Sabtu, 23 April 2011

Balada La Galigo dan Para Fans Norman Cayacaya

Sore kemarin mendung menghiasi Makassar, namun wajah beberapa aparat yang berjaga-jaga tidaklah semendung cuaca kemarin sore menjelang magrib, setiap ruas jalan yang dekat dengan Benteng Fort Roterdam terdapat banyak mobil-mobil anti bom, intinya, keamanan kemarin dan hingga dua hari berikutnya sangat ketat, Acara ini wajib sukses, begitulah harapan penyelenggara dan semua warga. Pergelaran Akbar La Galigo adalah sebuah kebanggaan, seperti ibu yang bangga pada anaknya karena berhasil merantau jauh dan banyak prestasi yang diraih.

Tentu saja itu dari segi cerita leluhur, atau kita bangga bahwa La Galigo adalah milik SulSel, namun yang terlibat penggarapannya adalah orang-orang Asing, Asing tapi sangat antusias dengan seni budaya, ini mungkin peringatan bagi kita bahwa, seni budaya yang kita punya jangan pernah dilupakan atau bahkan tidak dikembangkan potensinya. Orang luar saja sangat bangga menjadi sutrada dari cerita ini. Maaf ini bukan rasis atau mempermasalahkan perbedaan, tapi sebuah renungan bagi penduduk lokal bahwa budaya di Sulsel ini sangat kaya dan perlu penanganan serius dan khusus. Tentu saja butuh waktu mewujudkan semua itu.

Kembali ke arena pertunjukkan, setelah menunggu beberapa lama, acarapun segera mulai, dan secara kebetulan penulis ketemu seorang sastrawan Sulsel yang juga berkacamata, Aan Mansyur, kami saling menyapa diantara desakan-desakan antrian akan berebut kursi. Kursi yang tertata tidak jauh beda dengan kursi pada acara pengantin. Terus terang, penulis tidak nyaman dengan cara ini, sebab untuk menikmati seni Sekelas La Galigo secara betul-betul nyaman sehingga konsentrasi tidak terganggu, seharusnya tatanan kursinya bertingkat seperti model yang ada di Transnya pace, apalagi tiketnya cukup bergensi. Sungguh tidak nyaman, apalagi kegaduhan serta gaya berbicara salah seorang panitia mungkin agak seperti seorang guru TK kepada murid-muridnya, seperti inilah gaya bicaranya "Di...mo...hon...ti...dak...me....nya...la....kan...dst...", nadanya membuat beberapa orang yang antri tidak ngeh, dan malah dijadikan bahan candaan.

Saat masyarakat mulai mengambil tempat duduk yang tersedia, pengumuman yang disampaikan masih terngiang-ngiang, dan masyarakat masih gerah. Apalagi saat pemeriksaan kategori tiket, masyarakat yang sudah terlanjur duduk di depan harus pindah karena jenis tiketnya bukan jenis kelas depan, Tiket yang dikeluarkan ada beberapa kelas dengan memakai nama-nama unsur kimia, seperti Titanium, Uranium, dan yang satunya penulis lupa. Tapi dari warga yang jengkel karena sudah terlanjur duduk di depan dan mau pindah ke belakang tidak bisa, maka saat salah seorang warga ditanya petugas "Jenis tiketnya apa pak?", warga yang jengkel langsung saja menjawab "Almunium" padahal jenis tiket itu tidak ada, mmmhhh...mungkin ia teringat dengan panci gosongnya dirumah :D.

Dan saat pertunjukkan mulai, betapa tidak enak suasana itu, aku kagum memang tatanan panggung dan lighting yang memukau, serta para pemainnya luar biasa, mereka memberikan yang terbaik, padahal semalam itu adalah Gladi resik. Yang tidak enaknya adalah, di belakang tempat saya duduk banyak ibu-ibu yang selalu saja berkomentar setiap adegan yang terjadi di panggung, saat koreo kodok beraksi, ibu-ibu dibelakang ikutan juga bersuara kodok, saat seorang pemain bergerak seperti ular, suara-suara dibelakang juga berkomentar dengan nada bercanda yang kosong, dari awal pertunjukkan ibu-ibu di belakangku seolah-olah sebagai sutradanya, atau lebih pandai dari Robert Wilson.

Padahal mereka sudah diberikan pengumuman bahwa selama pertunjukkan dimohon matikan HP serta tidak berbicara. Malam itu sangat jelas terlihat, mana orang-orang yang sangat mengkhayati seni serta menikmatinya ketimbang mereka-mereka yang gemar Norman Cayacaya, "asal joget mang...tarik", Untuk menikmati seni La Galigo, peserta membuka apresiasinya dari dalam, seperti orang yang sedang melakukan meditasi, dari suara musik yang berpadu dengan gerak bisa dinikmati, dan menarik makna yang disampaikan dari Seni ini.

Inilah yang membuat suasana malam itu tidak sepenuhnya dinikmati, mungkin sebagian yang datang berharap itu musiknya Norman cayacaya sehingga bisa ikutan joget, padahal ini adalah seni budaya yang berpadu beberapa unsur, dan jika jeli menyaksikannya, jiwa ini pastilah senang dan lega. Bukan saat habis joget langsung cari air kelapa.

Dan apalagi, semalam hanya dua episode yang jalan, dan saat akan memasuki episode La Galigo berikutnya, si Robert langsung berbicara, kalau tidak salah dia bilang begini secara spontan "Tolong ada yang bisa terjemahkan apa yang saya bilang?", dan penerjemah sigap, Robert mengatakan terpaksa harus menghentikan karena mau hujan, ini kalau penulis tidak salah dengar, dan ia akan memperbaiki lightingnya. Padahal sungguh, aku mau menyaksikannya sampai habis, dan malam itu hujan belum turun, kalau tahu mau hujan kenapa dilakukan di luar ruangan?, bingung aku.

Aku tidak tahu ada apa dengan semua ini, apakah ini trik bisnis dari pergelaran seni budaya atau ada maksud lain?, tapi saya tidak ingin berprasangka buruk, saya bangga Warisan leluhur terkenal di dunia. Dan lagi, banyak yang menelpon dan sms kepadaku dan tanya tentang tiket, seperti saya mirip penjual tiket, tak apalah, karena memang banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan tiket, apakah kesulitan karena sudah habis diborong atau kesulitan karena memang tidak cukup duitnya?, bingung, tapi terus terang saya dapat gratis juga lho, hehe. Dan perlu diingat, Seni budaya itu mahal, wajib dihormati. Namun penyelenggara sudah semestinya menghormati pengunjung dengan memberikan kemudahan agar pertunjukkan ini bisa diresapi, tidak sekedar tampil layaknya Norman cayacaya

Tapi apapun itu, La Galigo kebanggaan SulSel, pengkhayatan dari para pemainnya sungguh luar biasa, namun ada kendala yang masih tidak sesuai mungkin dengan harapan para masyarakat yang hadir. Dan semoga malam ini, penonton tidak kecewa, apalagi katanya yang datang adalah papan atas kota ini. Sekian repot tapenya, semoga tidak jenuh. Untuk yang mau nonton lagi, selamat menikmati selagi bisa dinikmati, pesan penulis tetap jaga kesehatan dan dompetnya sebentar malam. Ok See You

Berikut foto-foto dari panggung yang apik. Semoga berkenang




Tidak ada komentar:

Posting Komentar