Minggu, 17 Juli 2011

Raungan kalimat SADAMDA BASEMEN

Tak terasa, ketika kalimat ini diproklamirkan dengan refleks saat permasalahan silih berganti menghujani, secara perlahan-lahan virusnya mulai menyebar. Memang banyak yang bertanya dari mana asal kalimat itu?, padahal itu hanya singkatan dari "Salam damai dan bahagia selalu menyertai", mengapa kita perlu damai, dan mengapa juga harus ada bahagia?.

Damai, tentu saja suatu keadaan yang menjelmakan betapa nyamannya perasaan setelah sekian lama dilanda krisis negatif yang memaksa jiwa-jiwa berkarakter keras, memenjarakan hati sendiri, dan mencoba memaksa keadaan alam yang natural menjadi pemenuhan hasrat yang tanpa batas itu, maka damai pada semua merupakan ke-niscaya-an yang terus meringsut hingga ketidak-bahagia-an turut serta menjelma bahagia yang begitu menyenangkan juga.

Manusia mana yang tidak mau bahagia?, manusia seperti apa yang tidak mau damai?, kalimat SADAMDA BASEMEN, hanyalah dengungan amat sangat sederhana, banyak yang sudah merefleksikannya, banyak sudah wacana, artikel hingga buku-buku fenomenal menyinggunggnya, namun jiwa-jiwa yang memenuhi bumi ini yang bisa kita saksikan di layar kaca, internet dan juga disekitar kita mungkin, belum secara tulus meresapkannya ke dalam kalbu. Tapi saya pribadi sangat optimis, manusia di sana, manusia di sini pasti sangat membutuhkan damai dan bahagia itu.

Memang kita tahu, bahwa dua sisi dalam dunia selalu saja bergantian, nah, saat inilah era yang tepat menggantikan era yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan, atau tidak bahagia menjadi bahagia, secara tulus semua itu adalah harga yang wajib kita raih.

Alangkah indahnya melihat sebuah keluarga dinaungi perasaan damai selalu, tiap hari senyuman tulus ikhlas mengalun bagai simphoni yang harmonis, selaras, tentu saja dengan bit-bit yang tersusun rapi dan berkarakter, hingga bahagia di dalamnya ikut bersorak.

Juga, sepasang Baso dan Besse bercengkrama lalu mengambil jalan kesepakatan menuju kesakralan yang hakiki, dengan pengesahan yang diaminkan oleh alam raya, dan orang-orang sekitar, maka saat itu warna bunga-bunga semakin memekar, daun-daun bersiul-siul tentram, dan kupu-kupu tidak lagi menjelma di malam hari dan Tuhan pun akhirnya tersenyum pada hamba-hambanya.

Dan akhirnya, silih pergantian yang kerap terjadi adalah sunnatullah, dari kecil menjadi dewasa, dari bermasalah mampu terselesaikan, dari linglung menjadi cemerlang, dari tidak harmonis menjadi harmonis, dari ragu menjadi yakin, dari tadi lelah namun berubah menjadi rileks. Semua ini memang butuh kecerdasan emosional, permainan sinerji otak kanan dan kiri, juga perspektif kebijaksanaan. Jadi saatnya melegakan kalimat SADAMDA BASEMEN, salam damai dan bahagia selalu menyertai, amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar